Langsung ke konten utama

Fraud Theories


1. Fraud Triangle
Merupakan suatu gagasan yang pertama kali diciptakan oleh Donald R. Cressey pada tahun 1953 yang meneliti tentang penyebab terjadinya kecurangan. Gagasan ini berpendapat bahwa terjadinya kecurangan disebabkan oleh tiga hal yaitu Pressure (tekanan), Opportunity (kesempatan), dan Rationalization (rasionalisasi).






a)      Pressure (tekanan)
adanya insentif, tekanan ataupun kebutuhan untuk melakukan kecurangan seperti kebutuhan pelunasan utang, gaya hidup yang mewah dan lain-lain.
b)      Opportunity (kesempatan)
Fraud atau kecurangan dapat terjadi jika pelaku memiliki kesempatan untuk melakukan kecurangan baik dari oknum pegawai maupun manajemen yang hal tersebut dilakukan secara sengaja.
c)      Rationalization (rasionalisasi)
Karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan kecurangan, atau orang-orang yang berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan fraud.

2. Fraud Diamond
Teori Fraud Diamond adalah teori yang menunjukkan hubungan antara empat elemen yaitu incentive (dorongan), oppurtunity (kesempatan), rasionalization (pembenaran), dan capability (kapabilitas). Dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson (2004) teori ini merupakan pengembangan dari teori  fraud triangle. Wolfe dan Hermanson berpendapat bahwa ada pembaharuan fraud triangle untuk meningkatkan kemampuan mendeteksi dan mencegah fraud yaitu dengan cara menambahkan elemen keempat yakni capability (kemampuan).



 “ many frauds would not have occurred without the right person with the capabilities the details of fraud”- Wolfe dan Hermanson
a)      Pressure (tekanan)

adanya insentif, tekanan ataupun kebutuhan untuk melakukan kecurangan seperti kebutuhan pelunasan utang, gaya hidup yang mewah dan lain-lain.
b)      Opportunity (kesempatan)
Fraud atau kecurangan dapat terjadi jika pelaku memiliki kesempatan untuk melakukan kecurangan baik dari oknum pegawai maupun manajemen yang hal tersebut dilakukan secara sengaja.
c)      Rationalization (rasionalisasi)
Karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan kecurangan, atau orang-orang yang berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan fraud
d)     Capability  (kemampuan) 
Suatu kemampuan dan keterampilan tentang pemahaman yang mendetail sehingga seorang fraudster atau pelaku kecurangan dapat mengetahui kelemahan dan dapat memanfaatkannya untuk melakukan fraud atau kecurangan.
Wolfe dan Hermanson (2004) menjelaskan sifat-sifat terkait elemen capability yang sangat penting dalam pribadi pelaku kecurangan, yaitu:
1.      Positioning

Posisi seseorang atau fungsi dalam organisasi dapat memberikan kemampuan untuk membuat atau memanfaatkan kesempatan untuk penipuan.

2.      Intelligence and creativity

Pelaku kecurangan ini memiliki pemahaman yang cukup dan mengeksploitasi kelemahan pengendalian internal dan untuk menggunakan posisi, fungsi, atau akses berwenang untuk keuntungan terbesar.

3.      Convidence / Ego

Individu harus memiliki ego yang kuat dan keyakinan yang besar dia tidak akan terdeteksi. Tipe kepribadian umum termasuk seseorang yang didorong untuk berhasil di semua biaya, egois, percaya diri, dan sering mencintai diri sendiri (narsisme).

4.      Coercion

Pelaku kecurangan dapat memaksa orang lain untuk melakukan atau menyembunyikan penipuan.

5.      Deceit

Penipuan yang sukses membutuhkan kebohongan efektif dan konsisten.

6.      Stress

Individu harus mampu mengendalikan stres karena melakukan tindakan kecurangan dan menjaganya agar tetap tersembunyi sangat bisa menimbulkan stres.


3. Fraud Pentagon
Menurut Crowe (2011) , fraud timbul karena ada lima faktor, yaitu Pressure (tekanan), Opportunity (kesempatan), Rationalization (rasionalisasi), Competence (kompetensi), dan Arrogance (arogansi). Untuk faktor pressure, oppurtunity dan rasionalization sama dengan teori triangle. Selanjutnya dua faktor yang lain yaitu Competence (kompetensi), dan Arrogance (arogansi). Competence (kompetensi) serupa dengan kemampuan atau kapabilitas (capability) yang dijelaskan dalam teori diamond. Competence (kompetensi) merupakan kemampuan karyawan untuk mengabaikan pengawasan internal, mengembangkan strategi penyembunyian, dan mengontrol situsi sosial untuk keuntungan pribadinya (Crowe, 2011). Sedangkan untuk faktor arrogance (arogansi) yaitu sikap superioritas atas hak yang dimiliki dan merasa bahwa pengawasan internal atau kebijakan perusahaan tidak berlaku untuk dirinya.

4. Fraud Scale
Toeri ini digagas oleh Steve Albrecht, Keith Howe, dan Marshaal Romeny pada tahun 1984 bahwa untuk mengetahui kemungkinan terjadinya tindakan fraud atau kecurangan dengan cara mengamati tekanan, kesempatan dan integritas pelaku yang akan melakukan fraud. Fraud Scale mempunyai tujuan untuk mengukur terjadnya pelanggaran etika, kepercayaan dan tanggung jawab. Kecurangan atau fraud ini biasanya mengarah pada penipuan laporan keuangan. 

5. Gone Theory
Gone Theory merupakan teori yang dikemukakan oleh Bologna pada tahun 1999. Dalam teori ini terdapat empat faktor yang mendorong terjadinya fraud yang terdiri dari faktor eksternal dan faktor  internal, Greedy (Keserakahan), Opportunity (kesempatan), Need (Kebutuhan) dan Exposure (pengungkapan). Keserakahan dan kebutuhan merupakan faktor internal, sedangkan kesempatan dan pengungkapan merupakan faktor eksternal.
a)      Greed (keserakahan), berkaitan dengan keserakahan potensial.
b)   Opportunity (Kesempatan), berkaitan dengan keadaan dalam organisasi yang terbuka sehingga      dapat membuka kesempatan untuk melakukan kecurangan.
c)      Need (Kebutuhan), adalah suatu tuntutan kebutuhan individu yang harus terpenuhi.
d)   Exposure (Pengungkapan), adalah berkaitan dengan kemungkinan diungkapkannya serta sanksi hukum yang menjerat.

6. Mice Theories
Pada dasarnya MICE Theory sama dengan fraud triangle theory hanya saja dijelaskan kembali pada item pressure yang didalamnya berisi Money, Ideology, Coercion, & Ego. Ideologi yang membenarkan dimana berarti bahwa mereka dapat mencuri  uang atau berpartisipasi dalam penipuan untuk memenuhi kebutuhan mereka.  Pemaksaan dapat terjadi ketika individu ditarik ke dalam skema penipuan. Ego dapat menjadi motif untuk melakukan fraud, di mana terkadang orang tidak ingin kehilangan reputasi atau posisi kekuasaan di depan mereka masyarakat atau  keluarga.

Sumber:
google images




Komentar